Featured Post

Kronologi Penyebab Runtuhnya Majapahit dan Menelusuri Jejak pelarian

Foto Orang Majapahit yang mengungsi & bermukim di T engger  Penyebab Majapahit runtuh. Faktor kemunduran kerajaan majapahit diseba...

Kronologi Penyebab Runtuhnya Majapahit dan Menelusuri Jejak pelarian

Runtuhnya Majapahit
Foto Orang Majapahit yang mengungsi & bermukim di Tengger 

Penyebab Majapahit runtuh. Faktor kemunduran kerajaan majapahit disebabkan oleh kemelut di majapahit yang berkepanjangan, antara kedua kubu Bhre Lasem dan Bhre Wirabhumi yang meletus pada tahun 1404M - 1406M atau biasa disebut Perang Paregreg.

Kemelut di majapahit pada tahun 1453


Sepeninggal Rajasawarddhana Sang Sinagara pada tahun 1453 dan dicandikan di Sêpang, terjadi Sengketa tahta antara putra-putra Krêtawijaya dan Rajasawarddhana Sang Sinagara. Terjadi ketegangan sehingga tahta kosong selama tiga tahun (1453-1456 M). Baru pada tahun 1456, terpilih sebagai Raja adalah Bhre Wêngkêr II, putra sulung Krêtawijaya yang lantas mengambil gelar Hyang Purwa Wisesa. Memerintah hingga tahun 1466 Masehi, wafat dan dicandikan di Puri. Sepeninggalnya, seharusnya tahta dilimpahkan kepada keturunan Rajasawarddhana Sang Sinagara, namun berhasil diduduki oleh putra bungsu Krêtawijaya, adik Rajasawarddhana Sang Sinagara, yaitu Bhre Pandhan Salas III atau Singawikramawarddhana Dyah Suraprabhawa. Selama pemerintahannya, keadaan istana terus terjadi ketegangan, sehingga baru dua tahun menduduki tahta, Bhre Pandhan Salas III meninggalkan istana. Lantas siapakah yang mengantikannya sebagai Raja Majapahit? Apakah keturunan Krêtawijaya atau Rajasawarddhana Sang Sinagara? Penuturan Pararaton terhenti sampai disini.

Baru pada tahun 1486 Masehi, Sri Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya mengeluarkan prasasti Jiyu yang berisi maklumat bahwa dirinya adalah penguasa Wilwatikta (Majapahit), Janggala dan Kadhiri. Disana juga menguraikan pengukuhan ulang hadiah tanah kepada Bharmaraja Ganggadhara yang pernah dilakukan oleh Singawarddhana. Ini membuktikan, bahwa sosok Singawarddhana berkuasa menghadiahkan tanah kepada seorang Brahmana, dan tentunyalah dia seorang Raja. Dalam prasasti Jiyu juga ditegaskan, pada tahun 1486 tersebut adalah bertepatan duabelas tahun wafatnya Singawarddhana sehingga Sri Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya mengadakan upacara Sraddha.

Maka jelaslah sudah, setelah kepergian Bhre Pandhan Salas III, tahta Majapahit berhasil diduduki oleh Singawarddhana hingga tahun 1474 Masehi. Siapakah Singawarddhana? Bisa jadi, Singawarddhana adalah kakak kandung Girindrawarddhana, dan keduanya adalah putra Bhre Pandhan Salas III yang pernah meninggalkan istana Majapahit. Dari sini bisa disimpulkan, setelah kepergian Bhre Pandhan Salas III, tahta lantas direbut oleh Singawarddhana sebelum dikuasai oleh keturunan Bhre Pamotan I Rajasawardhana Dyah Wijayakusuma. Lantas siapakah yang menggantikan Singawarddhana? Tak ada keterangan yang bisa didapatkan. Namun dari catatan China yang ditemukan di Klenteng Sam Po Kong Semarang oleh Residen Poortman pada tahun 1928, diketahui bahwa Raja Majapahit yang memerintah sebelum tahun 1478 Masehi adalah Kung Ta Bu Mi atau Bhre Krêtabhumi. Siapakah sosok ini? Dalam Pararaton nama Krêtabhumi disebut jelas sebagai putra Rajasawarddhana Sang Sinagara. Dari sini bisa disumpulkan, semenjak kekosongan tahta Majapahit pada tahun 1453-1456, keturunan Rajasawarddhana Sang Sinagara baru bisa memerintah pada tahun 1474 dan berakhir pada tahun 1478 Masehi.



Polemik Penyebab Runtuhnya Majapahit


Penyebab runtuhnya Majapahit. Masa akhir pemerintahan Krêtabhumi inilah yang terus menjadi polemik berkepanjangan hingga sekarang. Menurut kronik Tionghwa klenteng Sam Po Kong, kejatuhan Krêtabhumi diakibatkan serangan tentara Demak Bintara. Namun ada juga yang menolak mentah-mentah data ini dan memunculkan hipotesa bahwa Sri Girindrawarddhana yang telah mengeluarkan prasasti Jiyu diatas adalah yang menyerang Krêtabhumi. Hipotesa ini bisa dimaklumi karena jika hal itu benar, maka Jim Bun atau Raden Patah sebagai Adipati Demak yang notabene adalah salah satu pemimpin masyarakat Islam diabad 15, selamat dari tuduhan durhaka kepada Krêtabhumi, ayah kandungnya sendiri yang beragama Siwa Buddha (Buda). Pengkambing hitaman sosok Girindrawarddhana ini terus digulirkan hingga sekarang. Walau cerita tutur masyarakat dari berbagai daerah jelas-jelas menunjukkan Raden Patah-lah yang berhasil menjebol Majapahit, didukung pula oleh berita dalam berbagai Babad Jawa dan juga berita dari kronik Tionghwa klenteng Sam Po Kong, Semarang, namun seolah-olah, data ini hendak ditenggelamkan begitu saja. Girindrawarddhana tetap dianggap bersalah walau data-data belumlah lengkap untuk menghakimi sosoknya.

Comparasi Fakta Keruntuhan Majapahit


Fakta Runtuhnya Majapahit Salah satu berita yang termuat dalam Prasasti Petak menyebutkan Kadigwijayanira sang munggwing jinggan duk ayun-ayunan yudha lawaning majapahit (“Kemenangan Sang Munggwing Jinggan yang berhadapan dimedan perang melawan Majapahit”). Menyiratkan ada penyerangan ke Majapahit oleh sosok Sang Munggwing Jinggan. Siapakah Sang Munggwing Jinggan ini? Diperkiraan, Sang Munggwing Jinggan adalah kakak sulung Bhre Krêtabhumi, yaitu Bhre Kahuripan VII Wijayaparakrama Dyah Samarawijaya. Lantas siapakah yang diserang? Tentunya adalah sosok yang pernah merebut tahta Majapahit, yaitu Bhre Pandhan Salas III. Namun bukankah Bhre Pandhan Salas III telah meninggalkan istana semenjak tahun 1468? Padahal prasasti Petak terbit sekitar tahun 1486, seusia dengan prasasti Jiyu. Berarti penyerangan itu terjadi tak jauh dari tahun 1486 tersebut. Dan yang menjadi pertanyaan, mengapa yang menerbitkan malah putra Bhre Pandhan Salas III yaitu Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya yang terhitung rival dari Sang Munggwing Jinggan?

Hal ini menjadi terjawab manakala dicompare dengan informasi dari kronik Tionghwa klenteng Sam Po Kong Semarang. Bahwasanya yang diserang oleh Sang Munggwing Jinggan, adalah sosok Raja boneka Majapahit yang diangkat oleh pemerintahan Demak Bintara, Nyo Lay Wa semenjak tahun 1478 Masehi! Dalam kronik tersebut jelas-jelas menyebutkan, bahwa pemerintahan Nyo Lay Wa memang berakhir pada tahun 1486, sesuai dengan tahun dimana prasasti Jiyu dan Petak dikeluarkan! Dan dari kronik Tionghwa klenteng Sam Po Kong Semarang itu pula, didapatkan informasi, bahwa Demak telah menginvasi Majapahit pada tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi, delapan tahun sebelum penyerangan Sang Munggwing Jinggan yang mungkin bersekutu dengan keluarga Bhre Pandhan Salas III !

Dan menjadi sangat masuk akal jika Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya lantas mengeluarkan sebuah maklumat bahwa dirinyalah sekarang Raja Majapahit yang kembali terbebas dari dominasi Demak, walau wilayahnya sekarang hanya sebatas Wilwatikta, Janggala dan Kadhiri. Sehingga dia memakai gelar (abhiseka) Sri Wilwatikta Jenggala Kediri Prabhu Natha

Mengapa Majapahit runtuh ?


Kronik Tionghwa klenteng Sam Po Kong Semarang menguraikan, bahwa keruntuhan majapahit di sebabkan invasi Demak, penyerangan terhadap majapahit dilancarkan tiga tahap

  1. Serangan oleh Raden Jim Bun,atau Raden Patah putra selir Kung Ta Bu Mi, Raja Majapahit, pada tahun 1478 Masehi, 
  2. Pada tahun 1517, Demak kembali melakukan penyerangan ke Majapahit. Penyerangan ini dipimpin oleh Yat Sun, putra Jim Bun.
  3. Dan pada tahun 1527, saat Demak diperintah oleh putra Jim Bun, Tung Ka Lo, atau Sultan Demak ke tiga Trênggana, dibawah pimpinan putranya Toh A Bo atau Pangeran Timur.

 

Serangan Pertama Demak terhadap Majapahit pada tahun 1478 Masehi


Naskah-naskah babad dan serat  menyebutnya sebagai Perang Sudarma Wisuta atau perang antara ayah melawan anak pada tahun 1478. dan Uraian berita dari Kronik Tionghwa klenteng Sam Po Kong Semarang bahwa, Jim Bun atau Raden patah yang merupakan putra selir Kung Ta Bu Mi, Raja Majapahit, menyerang istana Majapahit pada tahun 1478, dan memperoleh kemenangan yang gilang gemilang. Setelah berhasil menjatuhkan Majapahit, diangkatlah seorang Raja bawahan di Majapahit bernama Nyo Lay Wa. Yang dimaksud dengan Kung Ta Bu Mi, tak lain adalah Bhre Krêtabhumi. Ini berarti, setelah Bhre Krêtabhumi berakhir masa pemerintahannya pada tahun 1478, Tahun itu berdasarkan candrasengkala Serat Kanda yang menyebut sirna ilang kertaning bumi yang berarti 1400 saka atau 1478 M. dimana tahun itu Majapahit memang sudah kehilangan kedaulatannya dan menjadi wilayah bawahan Demak Bintara. Dan semenjak saat itu, raja yang di angkat oleh Demak di Majapahit adalah peranakan China bernama Nyo Lay Wa (1478-1486 M) sebagai Upharaja di Antawulan sebagai raja boneka Demak.

Girindrawardhana Merebut Kembali Majapahit 1486 Masehi


Disebutkan dalam catatan dari Kronik Tionghwa klenteng Sam Po Kong Semarang, Nyo Lay Wa tewas dalam sebuah kerusuhan yang terjadi pada tahun 1486. Dan disusul kemudian dengan keluarnya prasasti Jiyu oleh Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya seperti telah disebutkan diatas, yang merupakan sebuah maklumat kedaulatan Majapahit walau wilayahnya kini sebatas Wilwatikta, Janggala dan Kadhiri. Ditambah pula prasasti Petak yang menceritakan kehebatan Sang Mungwing Jinggan saat menggempur istana Majapahit hingga berhasil direbut kembali dari kekuasaan Demak Bintara, walau Sang Munggwing Jinggan, akhirnya gugur dimedan pertempuran. selanjutnya ibukota majapahit berpindah dari Antawulan ke Dahanapura.

Bukti lain dari keberhasilan perebutan kembali kekuasaan majapahit, dapat di ketahui dari Berita Dinasti Ming tahun 1499, menyebutkan masih adanya hubungan diplomatik antara Cina dan Jawa (Majapahit). dan, wali kota Malaka Portugis Rui de Brito pada tahun 1514. melalui Pate Vira, seorang Adipati Tuban. Hal ini tercatat dalam catatan orang Portugis Suma Oriental 1513. pengembara Portugis bernama Tome Pires mengunjungi Jawa Timur. Dia berdiam di Malaka dari 1512 sampai 1515 dan menuliskan kisah perjalanannya dalam buku Suma Oriental (Catatan Dunia Timur). Tome Pires mengatakan bahwa raja Jawa saat itu adalah Batara Vigiaya, dan raja sebelumnya adalah Batara Mataram, yang menggantikan ayahnya, Batara Sinagara. Informasi ini diperoleh Tome Pires dari Pate Vira (Adipati Wira), penguasa Tuban yang beragama Islam tetapi sangat setia kepada Batara Vigiaya.

Serangan Kedua Demak terhadap Majapahit pada tahun 1517 Masehi

 

Majapahit di serang untuk kedua kalinya namun tampaknya serangan ini gagal. terbukti Girindrawardhana tercatat masih berkuasa sampai 1527.  penulis Portugal Duarte Barbosa pada tahun 1518 hanya menyebutkan adanya seorang "raja kafir" yang berkuasa di pedalaman Jawa namun tidak menyebutkan nama raja. dalam kronik Tionghwa dicatat bahwa pada tahun 1517, Demak kembali melakukan penyerangan ke Majapahit yang sudah menyatakan lepas dari kekuasaannya. Penyerangan ini dipimpin oleh Yat Sun, putra Jim Bun. Raja Majapahit saat itu disebut dengan nama Pa Bu Ta La / Girindrawardhana. Yat Sun tak lain adalah Adipati Yunus yang dikenal sebagai Pangeran Sabrang Lor karena pernah menyerang ke wilayah utara, yaitu Malaka untuk menggempur Portugis pada tahun 1512, setahun setelah Malaka dikuasai Portugis. Pada prasasti Jiyu jelas ditemukan bahwa Girindrawarddhana menyebut dirinya sebagai Prabhu Natha. Pa Bu Ta La yang dimaksud dalam kronik Tionghwa jelas tak lain adalah Prabhu Natha alias Sri Wilwatikta Janggala Kadhiri alias Girindrawardhana Dyah Ranawijaya!.
 
Yang menjadi pertanyaan, mengapa penyerangan Demak ini terus gagal semenjak direbutnya tahta Majapahit dari tangan Nyo Lay Wa pada tahun 1486? Hal ini terjawab bahwasanya, kekuatan Demak sedang terbagi-bagi untuk menundukkan wilayah-wulayah Majapahit yang lain. Disamping juga membantu prajurid Cirebon dan Banten untuk menundukkan Pajajaran. Ditambah menghadapi kedatangan Portugis di Malaka. yang mendorong harus menyelamatkan wilayah sepanjang pesisir pantai utara Jawa yang strategis.

Serangan Ketiga Demak terhadap Majapahit pada tahun 1527 Masehi

 

Dan pada tahun 1527, saat Demak diperintah oleh putra Jim Bun, Tung Ka Lo, kembali dia mengirimkan angkatan perang Demak dibawah pimpinan putranya Toh A Bo untuk membumi hangguskan Majapahit. Tung Ka Lo bisa diidentifikasi sebagai Sultan Demak ke tiga Trênggana, sedangkan Toh A Bo bisa diidentifikasi sebagai Pangeran Timur, putra Sultan sendiri. Pembumihangusan ini terkait usaha Girindrawardhana yang hendak mengadakan kerjasama dengan Portugis, di tahun inilahah benear benar pembungihangusan majapahit, Girindrawardhana tewas, keluarga kerajaan, masyarakat yang setia, pengikut dan petinggi di buru dan terpaksa lari mengungsi kehutan, gunung, menyebrang pulau & ketempat-tempat yang dirasa aman, Eksodus besar-besaran terjadi Inilah penyerangan besar besaran yang benar-benar melenyapkan Majapahit dari muka bumi.




kemana orang-orang majapahit sekarang.?

Atas runtutan peristiwa itu sebagian besar masyarakat majapahit baik di daerah maupun di pusat, beralih keyakinan yang kelak masyarakati ini di sebut Kaum Abangan. dan Setelah Majapahit dimusnahkan. Para Agamawan, Para Bangsawan dan rakyat setia berhasil mengungsi kehutan, gunung, menyebrang pulau dll, sebagian mengungsi ke Tengger termasuk putri selir Prabhu Brawijaya yang melarikan diri bersama sisa-sisa prajurid Majapahit dan sebagian penduduk majapahit. Sampai sekarang keturunan mereka masih ada disana, dikenal dengan nama suku Tengger, namun titik pengungsian orang majapahit sebagian besar mengungsi ke wilayah kerajaan Majapahit Kedaton timur yang berpusat di Lumajang di pimpin oleh Patih udara atas sisa-sisa pemerintahan Majapahit. Patih Udara adalan seorang patih yang mendampingi Girindrawardhana pada masa akhir majapahit.Tomé Pires juga menyebutkan dalam catatannya Suma Oriental bahwa Pate Udra memiliki kekuasaan yang cukup besar. Meskipun hanya sebagai patih dan panglima perang , ia sangat disegani sehingga dianggap hampir seperti raja.

Setelah Majapahit runtuh & Bekas wilayah kekuasaan Majapahit menjadi wilayah kekuasaan kesultanan Demak, akan tetapi persaingan kekuasaan tetap berlangsung hingga kemudian Pada tahun 1568, kekuasaan Demak berakhir dan beralih ke kesultanan Pajang. Asal usul Pajang, Berdasar naskah-naskah babad, bahwa negeri Pengging disebut sebagai cikal bakal Pajang, di mana Jaka Sengara diangkat oleh Brawijaya sebagai bupati Pengging dan dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun, Putri permaisuri dari Brawijaya. Jaka Sengara kemudian bergelar Andayaningrat. Andayaningrat gugur saat terjadinya perang pertama membela Majapahit melawan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bergelar Ki Ageng Pengging. Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap Demak. Ki Ageng Pengging memiliki putra bergelar Jaka Tingkir, di kemudian hari ia diangkat sebagai menantu oleh Trenggana Sultan Demak ke tiga, dan menjadi bupati Pajang bergelar Hadiwijaya.

Sepeninggal Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik takhta. Namun Sultan Prawoto kemudian tewas dibunuh Arya Penangsang bupati Jipang tahun 1549. lalu Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. sejak saat itu Hadiwijaya menjadi raja dan Pajang sebagai ibu kota pusat kerajaan. pada tahun 1587 Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang, hingga pada tahun tersebut kesultanan pajang berakhir dan wilayah pajang menjadi bawahan kesultanan Mataram. namun jauh di sebelah timur pulau Jawa, wilayah kerajaan Majapahit Kedaton timur di Lumajang menjadi stabil & makmur yang kelak pusat kota berpindah ke wilayah ujung timur disebut blambangan.

Kesultanan Mataram menggempur sisa Majapahit di Lumajang 

 

pada tahun 1625 kesultanan Mataram membutuhkan kekuatan untuk menyerang VOC di Batavia, maka dibawah perintah Sultan Agung, kesultanan Mataram menggempur Lumajang. (Thomas Stanford Raffless dalam History of Java ( 509). Sultan Agung gagal dalam menaklukan Batavia. Namun peristiwa ini dicatat dalam sejarah dan Sultan Agung jadi Pahlawan Nasional.

setelah penyerangan tersebut pusat kerajaan Lumajang berpindah ibukota yaitu ke Tawang alit. pada tahun 1635, 1636 dan 1640 keraton Kerajaan di Tawang alit kembali diserang kesultanan Mataram.

Muncul nya kerajaan Blambangan 

 

Setelah majapahit runtuh, sisa-sisa orang majapahit ini terus tersisih lari dan berpindah pindah tempat. Dimulai Lumajang, kemudian ke Panarukan (sekarang masuk Situbondo) dan Kedawung (sekitar Jember). Berikutnya, pusat kerajaan semakin terdesak ke pedalaman Banyuwangi. Yakni, di Macan Putih (kecamatan Kabat), Lateng (Kecamatan Rogojampi), Ulupampang (Muncar) dan terakhir di kota Banyuwangi. nama Blambangan baru muncul sekitar akhir tahun 1600an, yaitu selama kepemimpinan Prabu Tawang Alun dengan kerajaannya di Desa Macanputih, Kabat. Tawang Alun diyakini keturunan bangsawan Majapahit yang mengungsi ke wilayah sekitar Jember dan Kemudian mendirikan kerajaan Kerajaan Blambangan.

Berbagai peperangan melawan ekspansi dari luar itu, kemudian ibukota Kerajaan Blambangan pindah ke Bayu, kemudian ke Macan Putih atas pertimbangan daerah Bayu dan Macan Putih terlindungi Gunung Raung dan Gunung Ijen. Di perbukitan sebelah barat Gunung Raung itulah pusat kerajaan berdiri dan istananya terletak di puncak Gunung Raung. Dan setelah pindah kerajaan ini pun menjadi stabil kembali yang aman, Kerajaan Blambanganpun menjadi makmur.

Menghadapi Serangan VOC 

 

Tetapi masalah besar itu datang kembali Pada tahun 1743, Raja Pakubuwana II dari kesultanan Mataram menyerahkan Java’s Oosthoek (dari sebelah timur Malang sampai Banyuwangi ) kepada VOC sebagai perjanjian atas pengembalian tahtanya yang direbut pemberontak. Penyerahan kawasan ini berdasarkan atas sebuah klaim teritorial waktu penaklukan kesultanan Mataram oleh Sultan Agung. yang pada Saat itu kerajaan Blambangan dibawah Kerajaan Mengwi, Kerajaan yang terletak di Bali. Penguasanya saat itu bernama Gusti Kuta Beda. Keturunan Tawang Alun, Rempeg Jogopati, yang berperang puputan melawan Belanda juga masih memiliki ikatan darah dengan keraton Mengwi, Badung. Dari sinilah nama Banyuwangi muncul setelah menghilangnya kerajaan Blambangan.

Pada awalnya VOC tidak terlalu peduli dengan wilayah ini. Namun ketika Inggris mendekati Blambangan untuk berbisnis dengan membuka kantor dagangnya di Ulupampang (Banyuwangi), maka VOC berniat mempertahankan wilayah ini. pada bulan Juni 1766 Hoge Regering memutusan untuk mengirim expedisi. 23 Maret 1767 ekspedisi Belanda tiba di Banyualit. Pertempuranpun terjadi Ratusan pasukan Blambangan pimpinan Gusti Kuta Beda terbunuh. VOC menguasai benteng di Banyualit. Selat Bali mulai dari Meneng sampai Grajagan diblokir.

Jatuhnya Banyualit membuat orang Blambangan harus mempertahankan wilayahnya, mereka harus terus menghadapi Serangan besar VOC. Perlawanan rakyat Blambangan terhadap VOC masih kuat. Bahkan tanggal 18 Desember 1771 VOC kalah dalam penyerbuan mereka ke benteng Bayu yang dikenal dengan sebutan Puputan Bayu.

pada bulan Agustus 1772 J.R. Van den Burgh, Gubernur Jawa bagian Timur, datang ke Blambangan dan pada Tanggal 5 0ktober 1772 Bayu dikepung dari semua penjuru. Semua pintu keluar masuk Bayu ditutup dan diisolasi total pada akhirnya tanggal 2 Oktober Bayu digempur Penduduk Blambangan yang tersisa memilih menyebrang ke Bali atau ke wilayah pegunungan di sebelah selatan atau baratdaya. peperangan di Bayu ini, VOC telah menghabiskan dana sebesar dan Beberapa tahun kemudian VOC pun bangkrut dan perusahaan ini diambil alih oleh Negara Belanda.

Dalam History of Java, disebutkan kalau penduduk Blambangan tahun 1750 dihuni lebih dari 80.000 jiwa, namun di tahun 1881 tersisa hanya 8000 jiwa. Dan dari 8000 yang tersisa itu mereka tinggal di Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Situbondo dan Lumajang. Mereka ini dikemudian hari disebut orang Osing.

Bangsa Belanda selalu gagal membujuk orang-orang sisa Kerajaan Blambangan ini untuk bekerja sama. Sikap yang sama, juga ditujukkan saat awal-awal Orde Baru. Mereka masih menganggap, pemerintahan yang ada tidak jauh berbeda dengan penjajah. Mereka selalu berkelompok dan selalu mewaspadai kedatangan orang asing.

Pendudukan VOC di Blambangan tentu saja memerlukan banyak tenaga kerja untuk menjalankan usaha-usaha eksploitasi di Blambangan. Oleh karena itu, kemudian VOC mendatangkan banyak pekerja dari Jawa Tengah dan Madura dalam jumlah besar ke wilayah ini. Pemerintah juga perlu orang untuk membangun daerah ini, namun susah mendapatkan penduduk asli yang mau sehingga mereka membawa dari daerah lain, lama-lama penduduk asli blambangan makin terdesak. Mereka hanya mau bertani. Jauh dari orang asing.

sisa masyarakat majapahit yang setia dan malang ini semakin dihinakan dengan dibuatnya cerita Damarwulan dan Minakjinggo oleh kesultanan Mataram. Dalam kisah ini Bre Wirabumi digambarkan sebagai Minak Jinggo. Seorang raja bermuka merah dan bertabiat kasar, buruk rupa, pincang dan berbadan besar. Dan seiring dengan waktu sisa-sisa orang majapahit yang setia ini semakin menghilang dan menyebar dan berbaur dengan masyarakan majapahit lainya yang telah lupa dan tidak mengenal dengan jati diri bangsanya sendiri, masyarakan majapahit kini lebih bangga dengan ajaran dan budaya bangsa lain, yang membuat bangsa ini semakin hari semakin kehilangan jatidiri bangsanya.

Rahayu _/\_

5 comments:

  1. Menarik tulisannya, tapi bukankah faktanya juga akar budaya majapahit juga dari bangsa asing

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang betul tapi tidak sepenuhnya. di bali misalnya walau di sana umat hindu, namun tradisi dan budaya nya masih lokal, atau para penghayat di jawa sbg gambaran masa lampau, pengaruh bangsa asing itu hanya menyentuh pada peradaban tatanan negara, ilmu pengetahuan, seperti halnya sekarang yang menganut peradaban bangsa barat. tapi bukan disitu letak permasalahan nya mengapa bang bangsa kita sulit maju. sebab bangsa kita kehilangan kepribadian aslinya yg membuat masyarakat tidak confident, dan cenderung rendah diri dan tidak dapat bersaing, hanya bisa jadi follower.

      Delete
    2. Dibali agamanya dan budayanya masih asli turunan majapahit tapi juga tidak bisa berkembang masih juga follower.. sama aja seperti daerah lain dijawa atau lainnya

      Delete
  2. Brawijaya V ayah Raden Fatah diserang oleh Sang Sinagara tahun 1478 M, kemudian Bre Mataram Girindrawardhana memerintah dan pusat Majapahit dipindahkan ke Daha. Wajar bila Raden Fatah menyerang Wangsa Girindra yang telah menjatuhkan Brawijaya V raja Wilwatikta.

    ReplyDelete
  3. Tulisan yang bagus dengan retorika dan logika yang baik, tapi alangkah eloknya jika disertai dengan sumber baik referensi bacaan maupun benda

    ReplyDelete